Feeds:
Posts
Comments

LAPORAN PERJALANAN

ARUNG SEJARAH BAHARI IV

  1. I. Latar Belakang

Satu diantara pembentuk ke-Indonesiaan itu adalah Kepulauan Riau dengan indentitasnya Bahasa Melayu ketika diubah sebagai identitas politik menjadi Bahasa Indonesia telah menjadikan bahasa itu sebagai bhasa pemersatu bagi terbentuknya Negara Bangsa Indonesia. Bahasa Melayu yang digunakan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung oleh para pelaut dan pedagang telah berhasil membentuk jaringan kebahasaan di seluruh Nusantara bahkan sampai ke Malaysia, Thailand dan Philipina. Bahkan saat ini bahasa Melayu merupakan bahasa terbesar kelima di seluruh dunia. Penyebaran bahasa yang begitu luas tentu dipengaruhi oleh pelayaran para pelaut-pelaut Nusantara. Dengan dasar itu dapat dikatakan bahwa laut sebagai ruang geografis yang merupakan factor integrative yang dapat mempersatukan suku-suku bangsa di Nusantara.

Aspek lain  yang sangta penting pula adaah Riau sebagai pusat perdagangan dan pelayaran dari masa colonial sampai sekarang. Pada masa colonial, riau merupakan kawasan berniaga bagi pedagang-pedagang dari Borneo (Kalimantan) dan Celebes (Sulawesi) yang dating dari Singapura. Ketika itu, Singapura belum memiliki peranan yang berarti dalam dunia perdagangan di kawasan Selat Malaka. Sebagai wilayah kepulauan dengan komponen perairan yang sangat dominan, perkembangan jaringan pelayaran merupakan salah satu factor penentu dan bagian internal dari dinamika ekonomi HIndia Belanda dan untuk menopang keberadaannya di Negeri jajahan. Kejayaan Riau mengalami kemunduran setelah berkembangnya Singapura sebagai pelabuhan terbesar di dunia.

Interaksi pelaut-pelaut dari berbagai wlayah ini menghasilkan budaya baru yang sangat penting bagi berkembangnya peradaban umat manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa Riau merupakan pintu gerbang utama bagi masuknya peradaban maritime di Indonesia. Untuk itu pemahaman tentang sejarah maritime di Kepulauan Riau khususnya dan sejarah maritime Indoensia pada umumnya menjadi sangat penting bagi generasi muda Indonesia.

Untuk itulah Direktorat Geografi sejarah. Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala mengadakan kegiatan Arung Sejarah Bahari IV dengan tema “Menguak Jalur Utama Perdagangan dan Pelayaran di Pusat Peradaban Melayu”.

Kegiatan Arung Sejarah Bahari memiliki makna yang sangat penting bagi pembentukan nation and character building bagi bangsa Indonesia. Arung yang berarti menjelajah samudera luas, sedangkan sejarah disini diberi makna sebagai kehidupan manusia di masa lampau sedangkan bahari adalah laut beserta dinamika dan peradaban yang berkembang. Artinya laut tidak hanya dilihat sebagai kumpulan air yang sangat luas tetapi bahari disini  menyangkut aspek-aspek kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Jadi kegiatan ini dapat berarti mengarungi lautan sejarah atau dengan kata lain mengarungi sejarah kehidupan manusia dalam lingkup dan tingkat peradaban yang telah dicapainya.

 

 

 

  1. II. Tujuan
    1. Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat kebaharian khusunya di kalangan generasi muda
    2. Mendorong terbentuknya forum silaturahmi antargenerasi muda maritime yang bersifat nasional
    3. Untuk meningkatkan pemahaman generasi muda tentang peradaban maritime dan potensi kelautan dalam peningkatan sumber daya ekonomi
    4. Menggali factor-faktor integrative yang berasal dari peradaban Melayu khusunya di Kepulauan Riau
    5. Mnegadakan perjalanan terhadap pusat-pusat peradaban maritime di Kepulauan Riau
  2. III. Ruang LIngkup

Kegiatan Arung sejarah Bahari dimulai sejak tahun 2006 (AJARI I) dengan mengarungi pusat-pusat peradaban di Laut Jawa yang dimulai dari Pelabuhan Tanjung Priok – Tanjung Perak – berakhir di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. AJARI II menyusuri Sungai Kapuas di Pontianak Kalimantan Barat dan pusat-pusat peradabannya; AJARI III mengarungai pusat-pusat peradaban di Maluku Utara dimulai dari Ternate-Tidore, jailolo.

Kegiatan AJARI IV akan dilaksanakan di Provinsi kepulauan Riau yang dimulai dari Pulau Bintan, Pulay Penyengat – Pulau Batam dan pulau-pulaudisekitarnya diikuti mahasiswa dari seluruh Indonesia yang berjumlah 100 orang yang meliputi:

  1. Ekspedisi mengarungi lautan dengan mengunjungi pusat-pusat peradaban maritime di wilayah Kepulauan Riau.
  2. Peserta diwajibkan membuat karya tulis yang berkaitan dengan sejarah maritime, dari karya tulis yang masuk dipilih 6 naskah untuk dipresentasikan dan dinilai oleh dewan juri.
  3. Peserta diwajibkan membuat laporan selama mengikuti kegiatan berlangsung.
  4. Pentas seni yang ditampilkan oleh masing-masing peserta.
  5. Diskusi dengan pakar
  6. Presentasi Mahasiswa
  7. Fun games untuk menciptakan kerjasama dan pembentukan karakter.

 

  1. IV. Diskusi dengan Pakar

Untuk memberikan pemahaman kepada para peserta maka dalam kegiatan Arung Sejarah Bahari IV akan diadakan diskusi dengan menampilkan beberapa pakar diantaranya:

  1. Keynote Speaker oleh Gubernur Provinsi kepulauan Riau: “Kepulauan Riau Tantangan dan Harapan ke Depan”
  2. Hj. Suryatati A. Manan (Walikota Tanjung Pinang): ”Pengalaman selama Menjadi Walikota Tanjung Pinang”
  3. Dr. Mukhlis PaEni: “Orang MelayuL Dalam Pertautan Budaya Nusantara”
  4. Prof. Dr. Susanto Zuhdi: “Jalur pelayaran dan Perdagangan di selat Malaka”
  5. Drs. Al Azhar, MA: “Penulis Sastra Melayu: Dari Masa Kerajaan Riau-LInga hingga Kini”
  6. Ir. I Gede Suratha, MMA: “Demokrasi dan Etika Lokal”

Moderator: 1. Keneddy Nurhan (wartawan Kompas)

2. Abdul kadir Ibrahim (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinnag)

  1. V. Presentasi Mahasiswa

Salah satu persyaratan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan Arung Sejarah Bahari IV diantaranya adalah penyusunan karya tyulis dengan teman “Menguak Jalur Utama Pelayaran dan Perdagangan di Pusat Peradaban Melayu”. Ada 4 sub tema yang dapat dikerjakan mahasiwa yaitu:

  1. Jaringan Pelayaran dan Perdagangan di Selat Malaka
  2. Potensi, Hambatan dan Harapan dalam Pengembangan hasil Laut
  3. Laut Sebagai Faktor Integrasi Nasional
  4. Bahasa Melayu Sebagai Faktor Integrasi Bangsa

Dari seluruh naskah yang masuk ke panitia, akan dipilih 6 naskah terbaik oleh tim juri yang ditunjuk. Untuk menentukan urutan pemenang, 6 mahasiswa yang naskahnya terpilih akan melakukan presentasi dalam acara diskusi mahasiswa dan dinilai oleh dewan juri.

  1. VI. Fun Games

Kegiatan fun games adalah kegiatan untuk menguji keaktifan, kepedulian, kerjasama diantara peserta. Kegiatan fun games diadakan disela-sela perjalanan dari Tanjungpinang ke Lingga dank e Batam dan tempat-tempat lain yang memungkinkan untuk dilaksanakannya fun games. Materi fun Games meliputi game yang berkaitan dengan kesejarahan dan pendidikan karakter bangsa. Dari aktifitas para peserta ini akan diadakan penilaian dan akan diberi hadiah oleh panitia.

Laporan Perjalanan

Sebelum kegiatan Arung Sejarah bahari dilakukan, peserta AJARI IV baik mahasiswa maupun delegasi dari BPSNT dan UPDT terlebih dahulu melakukan registrasi di Kompleks Depdiknas Gedung E lt.1 Senayan, Jakarta. Malam harinya mahasiswa yang sudah melakukan registrasi melakukan perkenalan. Selanjutnya keesokkan harinya pada 21 Juli 2009 secara bersama-sama peserta dan panitia berangkat bersama-sama ke Tanjung Pinang melalui Bandara Soekarno-Hatta. Setibanya di Bandara Raja Haji Fisabillilah Tanjung Pinang, rombongan disambut tuan rumah (terdiri dari mahasiswa asal KEPRI dan segenap instansi yang berkaitan). Selanjutnya rombongan check-in di Bintan Permata Beach Hotel. Sesaat setelahnya, rombongan langsung meluncur ke sebuah objek prasejarah di Bintan, yakni kjokkenmodinger. Kjokkenmodinger merupakan sampah dapur yang menggunung. Sampah ini sebenarnya merupakan timbunan kulit kerang dan siput yang menggunung dan telah memfosil. Temuan prasejarah yang kemudian dikenal dengan Bukit Kerang ini berdasarkan hasil penelitian merupakan sisa aktivitas manusia masa lalu atau prasejarah di daerah pesisir yang diperkirakan berlangsung sekitar 3000 M.

Acara selanjutnya disususul dengan Diskusi Panel I dan II yang diadakan di Comfort Hotel. Diskusi yang dimoderatori oleh Drs. Abdul Kadir Ibrahim tersebut menampikan empat narasumber, yakni Hj. Suryati A. Manan. Walikota Tanjung Pinang tersebut mengangkat judul “ Pengalaman selama menjadi Walikota”. Rupanya selain bertindak sebagai walikota Hj Suryati juga seorang penyair. Satu karyanya yang berhasil Ia telurkan ialah Buku “ Perempuan Walikota_Kumpulan Puisi Suryati”. Dalam buku kumpulan puisinya tersebut penyair sekaligus walikota ini mengungkap berbagai realita sosial yang carut marut di Kepri. Diskusi kemudian disambung oleh ketua MSI, Dr. Muklis PaEni yang mengangkat tema ”Orang Melayu Dalam Pertemuan Budaya Nusantara”. Sementara itu Diskusi Panel II dimoderatori oelh Kennedy Nurhan. Dalam diskusi bagian ke dua tersebut tampil sejarawan UI, Prof. Dr. Susanto Zuhdi yang  mengangkat tema “Jalur Pelayaran dan Perdagangan di Selat Malaka”. Di sisi lain pembicara pungkasan, Drs. Al- Azhar, mengangkat tema ”Penulis Sastra Melayu:dari Masa Kerajaan Riau-Lingga hingga Kini”.

Hari ke-2 di Tanjung Pinang, rombongan mengunjungi Meseum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah sekaligus membuka pameran khusus. Acara kemudian dilanjutkan kunjungan ke kota lama, Makam Daeng Celak dan Daeng Marwah, setelah sebelumnya menyusuri Sungai Carang. Kunjungan ke Senggarang pun menjadi agenda yang tak bisa ditinggalkan. Senggarang merupakan pusat kelenteng di Pulau Bintan. Keberadaan kelenteng ini tidaklah bisa dilepaskan dari banyaknya etnis Cina yang menghuni pulau ini. Diperkirakan etnis Cina yang menghuni pulau ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lamanya. Siang harinya perjalanan dilanjutkan ke Pulau Penyengat. Selain rombongan dimanjakan lidahnya, di Pulau ini rombongan juga disuguhi pagelaran seni “ Gurindam Dua Belas”. Hal yang semakin membuat terkagum-kagum ketika yang mendendangkan Gurindam Dua Belas tidak hanya para mahasiswa Kepri, tetapi juga seorang Lurah Pulau Penyengat yang seorang wanita masih berusia lebih kurang 24 tahun.  Beranjak dari Pulau Penyengat, petualangan terhenti sejenak guna mengikuti serangkaian upacara pembukaan oleh Gubernur Kepulauan Riau. Selepas pembukaan AJARI secara resmi oleh Gubernur Kepri tersebut, malam harinya rombongan kembali dimanjakan dengan jamuan makan malam bersama Gubernur dan sekaligus pagelaran seni dari Pemda Kepri dan mahasiswa.

Setelah dua hari berada di Tanjung Pinang, akhirnya dimulailah petualangan bahari yang sesungguhnya. Kegiatan menyusuri lautan pun dimulai. Selama kurang lebih empat jam rombongan mengarungi lautan dari Tanjung Pinang menuju ke Pulau Lingga. Sembari mengisi kekosongan waktu selama perjalanan, peserta mahasiswa melakukan fun games, di mana para peserta terbagi dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Kegiatan ini sebenarnya bertujuan untuk melatih kekompakkan dan ketangkasan memecahkan masalah secara berkelompok. Sesampainya di Lingga, kegiatan dilanjutkan dengan mengunjungi objek-objek  peninggalan sejarah di Daik, Lingga. Sesaat setelahnya dilanjutkan dengan diskusi mahasiswa. Adapun yang menjadi pembicara dalam diskusi ini ialah 6 mahasiswa yang makalahnya masuk sebagai 6 makalah terbaik, termasuk makalah saya.

Seperti hari-hari sebelumnya, malam hari adalah ajang untuk have fun. Lagi-lagi persembahan seni kembali digelar. Tidak jauh berbeda dengan persembahan seni di tempat-tempat sebelumnya. Persembahan seni di Lingga juga berasal dari Pemda Kab. Lingga juga dari perwakilan mahasiswa peserta AJARI IV. Dalam pagelaran seni yang cukup meriah dan bervariasi tersebut paling tidak menambah wawasan para peserta, khususnya dari kalangan mahasiwa untuk semakin menghargai diferensiasi budaya di Indonesia, karena pada hakikatnya meskipun berbeda-beda Indonesia tetaplah satu.

Keesokkan harinya pada Jumat, 24 Juli 2009, acara kembali dilanjutkan. Pada kesempatan itu kegiatan mengarungi lautan kembali dilakukan. Jika sehari sebelumnya rombongan AJARI IV hanya mengarungi lautan selama empat jam, maka pada hari itu perjalanan ke Batam ditempuh selama kurang lebih 4,5 jam. Setibanya di Batam kegiatan dilanjutkan menuju ke Pulau Galang. Di Pulau ini, rombongan mengunjungi Kamp pengungsian Vietnam. Eksodus orang-orang Vietnam ke luar Vietnam pada masa Perang Vietnam ini salah satunya di Pulau Galang. Selanjutnya para pengungsi tersebut oleh UNHCR dikategorikan sebagai pengungsi politik. Adapun sisa-sisa aktivitas para pengungsi di Pulau Galang tersebut kini menjadi objek sejarah. Adapun diantara objek tersebut seperti, Vihara Dewi Kuan-In, Perahu Bekas Para Pengungsi, Kamp bekas tempat tinggal para pengungsi, Gereja dan Rumah Sakit, Makam Ngha Ra.

Hal yang tidak dilewatkan rombongan AJARI ialah singgah ke Jembatan Barelang. Di Jembatan yang menjadi icon Batam ini rombongan sibuk mengabadikan diri dengan berfoto bersama. Selepas beranjak dari Barelang, malam harinya acara penutupan pun digelar. Seperti halnya ketika rombonagan AJARI IV tiba di Kepri disuguhi pegelaran seni, dalam acara penutupan tersebut kembali digelar pagelaran seni pungkasan yakni kesenian khas Batam “ Mak Yong”. Selain itu dalam acara ini pulalah diumumkan para pemenang lomba, baik pemenang makalah maupun kelompok terbaik. Keesokkan harinya, sebelum meninggalkan Batam rombongan AJARI mengunjungi Nagoya. Nagoya merupakan sebuah pusat bisnis dan wisata belanja berbagai keperluan mulai dari makanan, fashion, ataupun barang elektronik, semua tersedia dengan harga terjangkau. Dengan kunjungan ke Nagoya tersebut lengkaplah petualangan di salah satu kota industri di Indonesia, yakni Batam. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan pulang ke daerah masing-masing.

 

 

  • Masjid Raya Sultan Riau

Masjid Raya Sultan Riau terletak di Kampung Jambat, pulau penyengat. Masjid ini dibangun pada tahun 1832 oleh Raja Abdul Rahmad Yang DIpertuan Muda Riau Viii, dan dibangun secara bergotong royong oleh seganap ,asyarakat. Bentuk bangunnannya merupakan perpaduan berbagai unsur budaya seperti Arab, India dan INggris. Hal itu terlihat dari bentuk arsitektur beberapa bangunannya seperti pintu, kubah dan menara. Selain itu, proses pendiriannya juga sangat unik karena menggunakan campuran putih telur yang dijadikan bahan perekat semen.

  • Makam Engku putri

Raja Hamidah adalah anak dari Raja Haji Fisabilillah. Setelah ayahnya meninggal Raja Hamidah diasuh oleh saudara sepupunya, Raja Ali Yang Dipertuan Muda V. Setelah dewasa, raja Hamidah menikah dengan Sultan Mahmud syah yang memberikannya mas kawin berupa Pulau Penyengat. Sejak pernikahanya dengan Sultan Mahmud, Raja hamidah mendapat gelar Engku Putri. Pada waktu itu Engku Putri sangat berpengaruh, terutama dalam bidang adat istiadat, sekaligus sebagai pemegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan). Pada tahun 1844 Engku Putri meninggal dunia dan dimakamkan di Pulau Penyengat.

  • Makam Raja Haji Fisabilillah

Raja Haji pemimpin besar bagi masyarakat Melayu. Atas keberaniannya beliau memimpin perang melawan Belanda pada tahun 1784 di perairan Tanjungpinang. Dalam perang tersebut, beliau dapat mengalahkan armada Belanda yang memakai peralatan modern. Raja Haji Fisabilillah meninggal dunia pada tahun 1784 dalam perang melawan Belanda di Teluk ketapang (Malaka).

Pada awalnya, jenazah akan dikebumikan di Batavia, tetapi tidak jadi sehingga akhirnya dikebumikan oleh orang Belanda dengan penuh kehormatan di dalam benteng kota Malaka. Sejak saat itu beliau diberi gelar Raja Haji Fisabilillah “Marhum Teluk Ketapang”. Makam Raja Haji Fisabilillah kemudian dipindahkan ke Pulau Penyengat, tepatnya di atas bukit Bengawa.

  • Makam Embung Fatimah

embung Fatimah merupakan seorang wanita bangsawan yang pernah dilantik menjadi Sultanah Lingga Riau. Beliau diangkat ,emjadi Sultanah pada tahun 1883 dengan gelar Sultanah Tengku Embung, Sejak dinobatkan menjadi Sultanah di Kerajaan Lingga Riau, beliau selalu melakukan perjalanan dari tempat kedudukannya di Lingga ke tempat kedudukan suaminya (Raja Muhammad Yusuf al-Achmadi Yang Dipertuan Muda X) di Pulau Penyengat. embung Fatimah menjadi Sultanah sejak 1883 sampai 1885 dan digantikan oleh puteranya, Raja Rahman Muazam Syah. setelah Embung Fatimah wafat, ia dimakamkan di Kampung Ladi, Pulau Penyengat.

  • makam Raja Ja’afar

Raja Ja’afar adalah anak seorang Raja Melayu yang memulai karirnya sebagai seorang pengusaha pertambangan timah di Kelang dan selangor. Setelah Raja Ja’afar emnjadi Yang Dipertuan MUda Riau VI tahun 1808, tempat kedudukan resmi dipindahkan dari Hulu Riau ke Pulau Penyangat. Pada tanggal 13 Rajab 1247 H, tepatnya tahun 1831, beliau meninggal dunia di Lingga ketika sedang menyelenggarakan perkawinan anaknya, yakni Raja Abdul Rachman. Makamnya kemudian dipindahkan oleh anaknya Yang Dipertuan Muda Riau Raja Ali ke Pulau Penyengat.

  • Makam Raja Ali Haji

Raja Ali Haji adalah seorang tokoh ulama ahli tata bahasa, penyair, ahli adat dan hukum, serta pengarang karya sejarah dan panduan pemerintahan. Beliau adalah penyair Melayu terbesar dan termasyur di abad ke-19. Dalam karya-karyanya, Raja ALi Haji dikenal pula sebagai Raja Ali Ibni Raja Haji ahmad ataupun sebagai Al-Haji Ali Ibni Ahmad Al-Riauwiyah.

Gurindam XII adalah salah satu karya Raja All Haji yang ia gubah pada tahun 1846, tepatnya ia selesaikan pada hari selasa tanggal 23 Rajab 1263 H. Gurindam yang terdiri dari 12 pasal ini memuat segala aspek kehidupan yang diterangkan dengan singkat untuk melihat persoalan pokok kehidupan sehari-hari. Raja Ali Haji lahir pada tahun 1808. Beliau adalah keturunan bangsawan Melayu Bugis. Pada tahun 1872, beliayu wafat dan dimakamkan di Pulau Penyengat.

  • Istana Kantor

Istana ini terletak tidak jauh dari Masjid raya Sultan Riau yang dibangun olehraja Ali Yang DIpertuan Muda Riau VII. Luas komplek istana tersebut sekitar satu hektar. Di kompleks istana ini dibangun tempat kediaman keluarga Raja ALi dan kerabatnya serta bangsawan istana. Sebagian fisik bangunan istana ini telah hancur. Bagian bangunan yang tersisa hanyalah pintu gerbang, pagar tembok keliling gerbang samping dan menara pengintai. amun demikian bangunan istana sebagian telah mengalami pemgaran.

  • Gudang Mesiu

Sebelum Pulau penyengat dijadikan suatu negeri, tempat ini dijadikan tempat pertahanan oleh Raja kecil. Oleh karena itu, di daerah ini ditemukan gudang tempat penympanan senjata. Letak gudang ini tidak jauh dari Bukit Kursi Pulau Penyengat. Kondisi Gudang mesiu disebut juga sebagai gedung obat bedilmenurut informasi bangunan gedung mesiu ini ada empat buah, tetapi yang lainnya telah musnah, sekarang hanya tinggal satu buah saja.

  • Bentang Pertahanan Bukit Kursi

Di Pulau Penyengat banyak terdapat bukit dengan berbagai nama, diantaranya bukit penggawa, Tanjung Nibung, dan bukit kursi. Bukit-bukit ini pernah dijadikan basis pertahanan oleh Raja Kecil. diantara bukit-bukit tersebut yang masih terawat dengan baik adalah Bukit Kursi, sedangkan Bukit Punggawa dan Bukit Tanjung Nibung sudah tidak terawat lagi karena sudah dipenuhi semak belukar.

Letak Bukit Kursi tidak jauh dari pantai Pulau Penyengat. Dulu, emriam yang ada untuk pertahana  di bukit ini sebanyak 70 buah. Tetapi setalah dipindahkan Belanda, kini hanya tersisa 3 buah meriam. Bukit Kursi ditata kembali pada tahun 1982. Di tempat ini sekarang memiliki 8 buah meriam dan 5 diantaranya diambil dari Tanjungpinang. Bukit Kursi saat ini masih terawat dengan baik dan banyak dikunjungi pada hari-hari libur

  • Bekas Gedung Tengku Bilik

Bangunan ini merupakan bekas rumah tengku Bilik, beliau adalah adik dari Sultan Riau_Lianga terakhir. Bangunan sejenis banyak dibangun di Singapura (IStana Kampung Gelam), Johor, dan di Semenanjung Malaysia.

  • Bangunan Rumah Adat Melayu

Bangunan rumah adat vMelayu merupakan bangunan baru yang dibuat sebagai replika rumah adat Melayu yang pernah ada di Pulau penyengat bangunan ini merupakan bangunan rumah pangung khas Melayu terbuat dari bahan kayu. Di bagian dalam rumah ini ada terdapat pelaminan khas melayu.

PENYENGAT

Pulau Penyengat terletak sekitar satu setengah kilometer dari kota Tanjungpinang. Luas Pulau Penyengat tiga setengah kilometer dengan kontur tanah yang berbukit dengan tanah yang berkerikil. Pantaninya cukup landai dengan komposisi berumput dan batu karang. Di pulau ini banyak sekali ditanami bunga alamanda  yang berwarna kuning sesuai dengan warna sebagian besar bangunan yang ada di pulau ini.

Sebagian besar penduduk yang tinggal di pulau ini adalah etnis Melayu dengan bahasa sehari-hari adalah bahasa Melayu. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah sebagai nelayan, adapula yang bermata pencarian sebagai buruh, pns dan karyawan swasta.

Menurut informasi penduduk setempat nama “penyengat” berasal dari kejadian ketika banyak pelaut yang mengambil air tawar di pulau di serang oleh lebah (insect) yang diopanggil “penyengat” serangan tersebut menyebabkan beberapa pelaut tewas sehingga sejak peristiwa tersebut para nelayan dan pelaut menyebut pulau itu sebagai pulau penyengat.

  • Kelenteng Sun Te Kong

Kelenteng Sun Te Kong Terletak tidak jauh dari Pelabuhan Sengarang. Kelenteng yang telah berumur sekitar 300 tahun ini merupakan kelenteng tertua di Senggarang. Pendirian dan keberadaan kelenteng ini hampir bersamaan waktunya dengan pasar Sengarang. Pada awalnya, bangunan kelenteng ini masih terlihat sangat sederhana dibandingkan dengan kondisi saat ini, Kelenteng ini terkenal dengan sebutan kuil dewa api, masyarakat keturunan Cina yang datang ke kuil ini berdoa demi memohon kebahagiaan.

  • Kelenteng Marco

Marco adalah nama dewa penguasa laut yang amat ditakuti oleh orang Cina. menurut kepercayaan apabila melakukan sembahyangan di kelenteng ini, maka ia akan mendapat keselamatan di laut ketika sedang berlayar. Kelenteng Marco terletak di antara kelenteng Sun Te Kong dan kelenteng Tay Tikong

Bentuk bangunanya lebih kecil dari kelenteng Sun Te Kong. Kelenteng ini didirikan pada abad ke-17 oleh masyarakat Cina yang mendiami senggarang. Bangunan ini pernah di pugar pada tahun 1987 oleh masyarakat Cina yang tinggal di Senggarang bagian dalam bangunan ini kemudian di tambah dengan berbagai dekorasi oleh penyempurnaan dibeberapa bagian.

  • Kelenteng Tay Tikong

Kelenteng Tay Tikong dibangun bersamaan dengan kelenteng Marco. Letak kelenteng ini sejajar dengan kelenteng Marco, tetapi bangunannya lebih kecil dan paling ujung. Kelenteng Tay Tikong sampai sekarang masih terawat dengan baik. Kelenteng tay Tikong terkenal dengan sebutan kuil dewa bumi pada masyarakat cina setempat ada kepercayaan apabila berdoa di kuil ini maka sawah mereka akan berhasil panen dengan baik, serta dapat membangun rumah.

  • Kelenteng Beringin

Letak kelenteng Beringin (tien Shang Miao) tidak jauh dari pantai. Kelenteng ini diperkirakan sudah berumur 200 tahun. Dahulu kelenteng ini merupakan sebuah rumah tempat tinggal Kapitang. Beliau adalah seorang penghulu di Desa Senggarang. Setelah jabatannya berakhir, rumah ini dijadikan tempat beribadah masyarakat Cina yang tinggal di Senggarang. Karena usianya yang sudah tua, bangunan tersebut banyak ditumbuhi pohon beringin yang menutupi atap dinding bagian luar. Oleh karena itu, kelenteng  ini disebut Kelenteng Beringin. Bangunan rumah pada saat ini sebagian telah hilang, yang tertinggal hanya sebagian saja dan digunakan sebagai tempat ibadah masyarakat keturunan Cina.

  • Kelenteng Anio

Kelenteng Anio erletak di tengah-tengah hutan sungai Papa atau Sungai ular di Desa Kampung Bugis. Disebut Sungai Ular karena jalan menuju kelenteng ini bentuknya berkelok-kelok seperti ular. Menurut kepercayaan orang Cina, apabila seseorang belum mendapat jodoh, sembahyangan di kelenteng ini menurut kepercayaan akan segera mendapat jodoh. walaupun usia kelenteng ini sudah mencapai 200 tahun, tetapi keadaanya sampai sekarang masih terawat dengan baik.

  • Vihara Dharma Sasana

Vihara Dharma Sasana merupakan vihara tertua di Senggarang. Vihara yang dibangun pada abad ke-17 ini terletak di sebuah lereng yang tidak jauh dari kelenteng Sun Te KOng. Keadaanya sampai sekarang masih terawat dengan baik. Vihara ini merupakan tempat ibadah umat Budha yang menganut vegetarian.

SENGGARANG

Sengarang merupakan pusat kelenteng di Kepulauan Bintan. Hal ini tentu Sangat berkaitan dengan keberadaan etnis Cina di pulau ini yang sudah ada hampir bersamaan dengan berkembangnya masyarakat di senggarang. letaknya menghadap ke laut sangat memungkinkan untuk pembangunan kelenyeng-kelenteng tersebut. Di Senggarang banyak terdapat kelenteng-kelenteng yang mempunyai kekhasan masing-masing

Daeng Celak adalah yang Dipertuan Muda II, pengganti Daeng Marewah. Daeng Celak salah satu Daeng yang sangat menruh perhatian pada bidang ekonomi. Belaiaulah yang memeprkenalkan tanaman gambir yang hasilnya cukup memuaskan. pada saat itu kemakmuran Riau menjadi terkenal dimana-mana, sehingga banyak pekerja Cina banyak yang datang ke Riau untuk bekerja di perkebunan gambir tersebut. Setelah memegang pemerintahan selama 17 tahun sejak tahun 1728 sampai 1745 pada tanggal 17 Rabi’ul akhir di tahun 1745 beliau meninggal dunia dan dimakamkan di Kota Riau. Beliau dikenal dengan sebutan “marhum Mangkat di Kota”

Sedangkan Makam Tun Abbas terletak tidak jauh dari lokasi makam Daeng Marewah di Sungai Baru Kelurahan Kota Piring. Tun Abbas adalah bandahara Kerajaan Riau-LIngga.

Sungai Carang

Sungai Carang memegang peranan penting dalam perjalanan sejarah Kerajaan Johor Riau. Salah satunya pada tanggal 27 september 1673, atas perintah sultan abdul Jalil syah III (1623-1677), Laksamana Abdul Jamil membuka satu negeri baru di hulu Sungai Carang yang kemudian disebut Riau. Pembukaan negeri baru tersebut tentu saja membawa banyak implikasi di bidang sosial, ekonomi dan politik. Selanjutnya, pada tanggal 4 Oktober 1722 didirikan Kerajaan Riau yang berpusat di hulu Sungai Carang. Hal itu tentu saja menyebabkan kawasan sekitarnya menjadi ramai dan muncul pemukiman baru. Di antaranya, Tanjungpinang yang terletak di muara sungai Carang yang merupakan salah saru pintu masuk ke Riau.

Sungai Carang dalam eprkembangannya lebih dikenal dengan nama Ulu Riau atau sungai Riau. Nama Riau itu sendiri kemungkinan berasal dari penamaan orang Portugis yaitu Rio yang berarti sungai. Namun juga mungkin berasal dari penamaan al Bahar dalam kitab Alfu Laila wa Laila (Kitab Seribu Satu Malam) Continue Reading »

Daeng Marewah Kelana Jaya diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda I Riau oleh Raja Sulaiman Badrul Alamsyah Pertama karena beliau telah berjasa menjalani tugas sebagai Yang dipertuan Muda I selama sekitar 6 tahun (1722-1728),  beliaupun mangkat atau meninggal dunia di Pulau Pittung. Jenazahnya dibawa pulang ke Riau dan dimakamkan di bukit Sungai Baru. Oleh karena itulah makam tersebut dinamakan “Marhum Sungai Baru”

Istana Kota Piring yang didirikan pada tahun 1777 merupakan tempat kedudukan Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji Fisabilillah. Istana ini terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama terbuat dari bahan semen yang bercampur tanah liat bertahtakan pinggan yang didatangkan dari negeri Cina pada masa pemerintahan Dinasti MIng (1350-1668 M). Pinggan tersebut berwarna hijau putih dengan gambar pohon-pohon kayu Shongthai Continue Reading »

Sultan Sulaiman Badrul alamsyah (sebelum dilantik menjadi sultan di Kesultanan Riau Johor Pahang bernama Tengku Sulaiman) adalah anak dari Tun Abdul Jalil. Tun Abdul Jalil adalah Bendahara Kesultanan Johor Riau semenjak masa pemerintahan Sultan Ibrahim Syah 91677-1685). Pengganti Sultan Ibrahim Syah yaitu Sultan Mahmud Syah II meninggal dalam usia muda, 24 tahun. Wafatnya Sultan Mahmud syah II menyebabkan timbulnya kemelut di dalam kesultanan Melayu Johor Riau Continue Reading »